Sabtu, 05 Mei 2012

LAPORAN PENDAHULUAN HEMORARGI POST PARTUM

A. DEFINISI • Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009: 128) • HPP adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai. (F. Gary Cunningham, 2006: 704) • HPP adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III seleszai (setelah plasenta lahir) (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) • HPP adalah perdarahan pervagina lebih dari 500 ml setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) • HPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B. KLASIFIKASI Peredarahan post partum dibagi dalam: 1. Hemorargi Post Partum Primer Adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran (Suherni, 2009: 128) Perdarahan Post Partum Dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) Peningkatan perdarahan per vagina dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Adalah mencakup semua kejadian PPH yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum (Suherni, 2009: 128) Peningkatan perdarahan per vagina setelah 24 jam pertama melahirkan (hemorargi pasca partum lambat) (EGC, 2006: 107) Perdarahan post partum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah 24 jam pertama (F. Gary Cunningham, 2006: 704) C. FAKTOR PREDISPOSISI a. Miometrium hipotonus-antonia uteri - Beberapa anestetik umum-hidrokarbon berhalogen - Gangguan perfusi miometrium-hipotensi • Perdarahan • Anestesia Regional - Overdistensi uterus-janin besar, kembar, hidroamnion - Setelah persalinan lama - Setelah partus persipitatus - Setelah induksi oksitosin atau augmentasi persalinan - Paritas tinggi - Atonia uteri pada kehamilan sebelumnya - Korioamnionitis b. Retensi jaringan plasenta - Avulsi kotilidon, lobus suksenturiatus - Perlekatan abnormal-akreta, inkreta, perkreta c. Trauma Saluran Genetalia - Episiotomi lebar, termasuk perluasan - Laserasi perinium, vagina, atau servix - Ruptura uteri d. Gangguan koagulasi - Memperparah semua yang di atas (F. Gary Cunningham, 2006: 704) Predisposisi atonia uteri : • Grandemultipara • Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) • Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) • Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) • Partus lama (exhausted mother) • Partus precipitatus • Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) • Infeksi uterus • Anemi berat • Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) • Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual • Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas • IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) • Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam. Copyright © 2005 Nucleus Communications, Inc. All rights reserved D. ETIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Penyebab Hemorargi Post Partum Primer a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau selaput ketuban tertahan) b. Trauma genital(meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomi). c. Koagulasi Intravascular Diseminata. d. Inversi Uterus. 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Penyebab Hemorargi Post Partum Sekunder a. Fragmen Plasenta atau selaput ketuban tertahan b. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rectum) c. Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur uterus). (Suherni, 2009: 128-129) E. PATOFISIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Dengan terlepasnya plasenta, arteri-arteri dan vena-vena uterina yang mengangkut dari dan ke plasenta terputus secara tiba-tiba. Di bagian tubuh lain, hemostasis tanpa ligasi bedah bergantung pada vasospasme intrinsik dan pembentukan bekuan darah lokal. Di tempat implantasi plasenta, yang paling penting untuk hemostasis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh dan menutup lumennya. Potongan plasenta atau bekuan darah besar yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif sehingga hemostasis di tempat implantasi terganggu. Perdarahan post partum yang fatal dapat terjadi akibat uterus hipotonik walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal. Sebaliknya, apabila miometrium di tempat implantasi atau di dekatnya berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat implantasi plasenta walaupun mekanisme pembentukan darah sangat terganggu. (F. Gary Cunningham, 2006: 704-705) 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Uterus yang tidak dapat berkontraksi dan tidak mengalami retraksi yang sempurna menyebabkan trombus yang menutupi perlukaan lepas dan mencair kembali. Terutama bila bekuan darah itu besar dan mengeras oleh terbentuknya serabut fibrosa. Semua itu membentuk benda asing, dimana uterus terangsang untuk berkontraksi guna mengeluarkannya sehingga terjadi perdarahan. Demikian pula jika ada lesi lain atau trauma yang mengganggu penyembuhan pada perlukaan. http://tikiv.blogspot.com/2008_11_01_archive. F. TANDA DAN GEJALA 1. Hemorargi Post Partum Primer a. Atonia Uterus - Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Prawirohardjo, Sarwono, 2007:175) b. Robekan jalan lahir - Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir - Uterus berkontraksi dan keras - Plasenta lengkap c. Retensio Plasenta - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera - Uterus berkontraksi dan keras d. Retensi Bagian Plasenta - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap. - Perdarahan segera. e. Inversio Uteri - Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak tali pusat ( bila plasenta belum lahir) (Prawirohardjo, Sarwono, 2007:175) a. AtoniaUteri: Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) b. Robekanjalan lahir Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. c. Retensioplasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan d. Tertinggalnyaplasenta(sisaplasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. e. Inversiouterus Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-per.... 2. Hemorargi Post Partum Sekunder - Perdarahan terjadi lebih dari 24 jam setelah pelahiran - Uterus lebih lunak dan lebih besar dari yang diperkirakan setelah pelahiran (EGC, 2006: 109) G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk - Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com H. PENATALAKSANAAN Hemorargi Post Partum Atonik 1. Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah 2. Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas dalam kondisi terbuka, palingkan wajah hilang. 3. Berikan oksitosik (oksitosin 10 iu IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melaqlui IV) 4. Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan Na Cl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok yang parah gunakan plasma ekspander. 5. Kandung kemih selalu dlam kondisi kosong 6. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit. Usahakan tetap menyusui bayinya. 7. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi bimanual. 8. Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan lacerasi yang menyebabkan perdarahan tersebut 9. Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, lokhea berbau busuk, segera berikan antibiotik berspektrum luas. 10. Lakukan pencatatan yang akurat (Suherni dkk, 2009: 129-130) I. KOMPLIKASI 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2. Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172-173) J. DIAGNOSIS Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan. http://www.emedicine.com K. PROGNOSA Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal akibat perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172) Hampir separuh wanita yang melahirkan pervaginam mengeluarkan darah dalam jumlah tersebut atau lebih, apabila diukur secara kuantitatif. Hal ini setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesaria 1400 ml pada histerektomi sesaria darurat. Wanita yang secara normal mengalami hipervolemia selama hamil biasanya akan mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 sampai 60 persen, yang untuk wanita berukuran tubuh rata-rata setara dengan 1 sampai 2 liter. Karenanya, ia dapat mentoleransi tanpa mengalami penurunan bermakna hematokrit post partum perdarahan saat pelahiran yang volumenya mendekati jumlah pertambahan darah selama hamil. Pada satu penelitian, rerata hematokrit post partum menurun sebesar 2,6 sampai 4,3 persen volume; sepertiga wanita tidak memperlihatkan penurunan atau malah mengalami peningkatan. (F. Gary Cunningham, 2006: 704) ASUHAN KEBIDANAN HEMORARGI POST PARTUM I. PENGKAJIAN A. Data Subjektif  Atonia uterus dialami dan sekurang-kurangnya 5% wanita melahirkan, khususnya wanita grandemultipara. (Bobak dkk, 2005: 664-665)  Gejala-gejala: - Perdarahan pervaginam - Konsistensi rahim lunak - Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah atau selaput janin) - Tanda-tanda syok (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172)  Tentang jumlah pendarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik ,90 mmHg, nadi>100x/menit, kadar Hb,8 g%) (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B. Data Objektif a. Pemeriksaan tanda-tanda vital 1). Suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 38ْC dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360ْC – 37ْC), terjadi penurunan akibat hipovolemia 2). Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. 3). Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia 4) Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal. b. Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi : 1. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma) 2. Sistem vaskuler  Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya  Tensi diawasi tiap 8 jam  Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah  Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan  Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem Reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi) 4. Traktus urinarius Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain 5. Traktur gastro intestinal Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi 6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir C. Inspeksi Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. D. Palpasi - Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. - Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. E. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. - Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan. b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitasdan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../askep-atonia-uteri II. MENIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH A. Diagnosa : Atonia Uteri (EGC, 2006: 109) B. Masalah : darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, muaL, Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus meneru afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../askep-atonia-uteri III. MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL  DIAGNOSA POTENSIAL 1 Sindrom Sheehan 2. Diabetes inspidus  DIAGNOSA POTENSIAL 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2. Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172-173) IV. INTERVENSI V. RASIONAL 1. Dipasang slang intravena selama persalinan dan diambil contoh darah 2. Mengkaji tinggi fundus 3. Memasase uterus 4. Diberikan oksitosin atau metilergonovin secra profilaksis 5. Dilakukan pemeriksaan in spekulo dan eksplorasi kavum uteri 6. Melakukan kompresi bimanual 7. Dilakukan histerektomi 8. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit 1. Mengetahui golongan sebagai persiapan jika membutuhkan tranfusi 2. menentukan apakah batasnya tegas atau meragukan 3. Membantu menimbulkan kontraksi uterus (Walsh, Linda V, 2008:499) 4. Menigkatkan kontraksi uterus (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 190) 5. Mendeteksi perdarahan lanjut 6. kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. http://puskesmaspalaran.wordpress.com 7. Tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. http://puskesmaspalaran.wordpress 8. Memperkirakan kehilangan jumlah darah total dan mengevaluasi hemodinamik pascapartum. (F. Gary Cunningham, dkk. 2006: 706) VI. IMPLEMENTASI Dilakukan pemasangan tampon uterus atau laparatomi untuk melakukan ligasi arteria hipogastrika ataupun histerektomi (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 191) VII. EVALUASI - Dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap pelahiran - Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks dan keseluruhan vagina harus dilakukan setelah ekstraksi bokong (F. Gary Cunningham, 2006: 706)

2 komentar: